Psikologi Sastra
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sastra
adalah kegiatan kreatif yang menjadi
alat mengekspresikan dan menyampaikan pesan ataupun perasaan manusia. Manusia
berinteraksi dan bersosialisasi ,banyak sekali cerita dan inspirasi yang harus
diutarakan karena sifat mendasar manusia sendiri sebagai makhluk sosial. Sehingga
munculah karya sastra baik novel, puisi dan lain-lain yang dijadikan alat
mengekspresikan dan mengutarakan pesan tersebut. Perkembangan sastra pesat
sekali berkembang dan timbulah sastra sebagai cabang ilmu untuk mengkritisi suatu
karya sastra, yaitu kritik sastra. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan yang
dewasa ini didalami dan dikaji oleh para pakar sastra. Studi sastra memiliki
metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode
ilmu-ilmu alam. Hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu
budaya. Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah
mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya sastra pada dasarnya bersifat
umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih tepat lagi : individual dan umum.
Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang
terus-menerus.
Dengan berkembangannya ilmu tentang sastra maka bukan hanya unsur-unsur yang terdapat didalam sebuah karya sastra saja yang dapat dikaji atau analisis tetapi pada saat ini sastra juga dapat dikaji berdasarkan faktor-faktor yang berasal dari luar sastra itu. Faktor-faktor dari luar karya sastra yaitu sosiologi sastra, psikologi sastra serta antropologi sastra. Sosiologi sastra dianalisis dalam kaitannya dengan masyarakat yang menghasilkannya sebagai latar belakang sosialnya. Antropologi sastra, dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis, dalam kaitannya dengan asal usul sastra.
Psikologi Sastra adalah analisis
teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Artinya,
psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra
dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut baik dari unsur
pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya perhatian pada
tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung dalam
karya sastra. Jadi, Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra
dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut
dengan “Psikologi Sastra”.
Analisis Teori Psikologi Sastra yang
dilanjutkan dengan Teori Psikoanalisis dan diaplikasikan dengan meminjam teori
kepribadian ahli psikologi terkenal Sigmund Freud. Dengan meletakkan teori
Freud sebagai dasar penganalisisan, maka pemecahan masalah akan gangguan
kejiwaan tokoh utama akan dapat dijembatani secara bertahap. Didalam makalah
ini akan dikaji secara terperinci tentang psikologi sastra dan
pengaplikasiannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah yang dapat kami simpulkan berdasarkan latar belakang diatas
yaitu :
·
Apakah defenisi dan tujuan Psikologi
Sastra?
·
Apakah hubungan antara Psikologi dan
sastra?
·
Apakah fungsi Psikologis dalam sastra?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini
yaitu penulis sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah
pemahaman mengenai psikologi sastra dan semoga berguna bagi mahasiswa yang
lainnya.
D. Manfaat Penulisan
Dengan
adanya penulisan tentang Psikologi sastra ini, diharap memberikan manfaat
sebagai berikut :
·
Mengetahui apa defenisi dan tujuan dari
psikologi sastra.
·
Mengetahui hubungan psikologi dan sastra
·
Mengetahui fungsi dan teori psikologi
sastra.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Psikologi Sastra Menurut para ahli
Wellek dan Austin (1989), Psikologi
secara sempit dapat diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Sedangkan sastra
adalah ilmu tentang karya seni dengan tulis-menulis. Maka jika diartikan secara
keseluruhan, psikologi sastra merupakan ilmu yang mengkaji karya sastra dari
sudut kejiwaannya. Ratna (2004:340)
Istilah psikologi sastra mempunyai
empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang .
Yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi psikologi yang
diterapkan pada karya sastra. Dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca
(psikologi pembaca). Namun didasarkan
pada pendekatan psikologis lebih dekat dengan pengarang dan karya sastra maka
lebih berhubungan pada tiga gejala utama yaitu, pengarang, karya sastra dan
pembaca Ratna (2004:61) .Maka pendekatan
psikologis sastra pada pengarang lebih pada pada pendekatan ekspresif, yaitu
kepengarangan. Pada karya sastra lebih pada pendekatan objektif.
Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi
Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi
psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam menganalisis
sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut
baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya. Dengan dipusatkannya
perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat dianalisis konflik batin yang terkandung
dalam karya sastra. Secara umum dapat disimpulkan bahwa hubungan antara sastra
dan psikologi sangat erat hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut
dengan “Psikologi Sastra”. Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui
pendekatan Psikologi Sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan
psikologi karena dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang
mungkin tersirat dalam karya sastra tersebut.
Dari beberapa pendapat para ahli mengenai psikologi sastra, dapat ditarik benang
merah mengenai definisi psikologis satra yaitu kajian teori konsep psikologi
yang diterapkan pada karya sastra pada pengarang dan penokohan. Namun dalam
terapannya psikologis sastra lebih memberikan pada unsur-unsur kejiwaan
tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra.
Psikologis sastra tidak bermaksud
untuk memecahkan masalah psikologis praktis seperti kejiwaan manusia. Namun
memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra.
Meskipun demikian psikologi sastra tidak terlepas dalam kebutuhan masyarakat.
Secara tidak langsung karya sastra memberikan pemahaman dan inspirasi terhadap
masyarakat.
B.
Hubungan Psikologis dengan Sastra
Menurut Ratna (2004:343) Terdapat
tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologis dengan
sastra. Pertama , memahami unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, kedua
memahami unsur kejiwaan tokoh fiksional sastra. Ketiga memahami kejiwaan
pembaca. Walaupun lebih menyoroti pada tokoh fiksional dalam penerapanya karena
pengaruh analisi struktualisme dimana terjadi penolakan terhadap objek manusia,
unsur-unsur yang berkaitan dengan pengarang dianggap sebagai kekeliruan
biografis. Menurut struktualisme analisis karya sastra adalah analisis sastra secara otonom, karya sastra dianggap
sebagai entitas yatim piatu.
Dengan penjelasan tersebut jelas
bahwa hubungan psikologi dan sastra sangat erat didalam menganalisis karya
sastra. Namun psikologi sastra lebih mengacu pada sastra bukan pada psikologi
praktis. Pada penerapanya sastra atau karya sastra-lah yang menetukan teori,
bukan teori yang menentukan sastra. Sehingga dalam penelitian dipilih dahulu
objek karya sastra barulah kemudian menentukan kajian teori psikologis praktis
yang relevan untuk menganalisis.
Teori dalam Psikologis menurut Freud
Konsep Freud yang paling mendasar
adalah teorinya tentang ketidaksadaran. Pada awalnya, Freud membagi taraf
kesadaran manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar),
lapisan preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Di antara tiga
lapisan itu, taksadar adalah bagian terbesar yang memengaruhi perilaku manusia.
Freud menganalogikannya dengan fenomena gunung es di lautan, di mana bagian
paling atas yang tampak di permukaan laut mewakili lapisan sadar. Prasadar
adalah bagian yang turun-naik di bawah dan di atas permukaan. Sedangkan bagian
terbesar justru yang berada di bawah laut, mewakili taksadar.
Dalam buku-bukunya yang lebih
mutakhir, Freud meninggalkan pembagian lapisan kesadaran di atas, dan menggantinya
dengan konsep yang lebih teknis. Tetapi basis konsepnya tetap mengenai
ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak digerakkan oleh
aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal dengan sebutan
struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur, yaitu
1. Id
Id adalah satu-satunya komponen
kepribadian yang hadir sejak lahir. Aspek kepribadian sepenuhnya sadar dan
termasuk dari perilaku naluriah dan primitif. Menurut Freud, id adalah sumber
segala energi psikis, sehingga komponen utama kepribadian. Id didorong oleh
prinsip kesenangan, yang berusaha untuk kepuasan segera dari semua keinginan,
keinginan, dan kebutuhan. Jika kebutuhan ini tidak puas langsung, hasilnya
adalah kecemasan atau ketegangan.
Sebagai contoh, peningkatan rasa
lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. id ini
sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi
terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan
id terpenuhi.
Namun, segera memuaskan kebutuhan
ini tidak selalu realistis atau bahkan mungkin. Jika kita diperintah seluruhnya
oleh prinsip kesenangan, kita mungkin menemukan diri kita meraih hal-hal yang
kita inginkan dari tangan orang lain untuk memuaskan keinginan kita sendiri.
Perilaku semacam ini akan baik mengganggu dan sosial tidak dapat diterima.
Menurut Freud, id mencoba untuk menyelesaikan ketegangan yang diciptakan oleh
prinsip kesenangan melalui proses utama, yang melibatkan pembentukan citra
mental dari objek yang diinginkan sebagai cara untuk memuaskan kebutuhan.
2. Ego
Ego
adalah komponen kepribadian yang bertanggung jawab untuk menangani dengan
realitas. Menurut Freud, ego berkembang dari id dan memastikan bahwa dorongan
dari id dapat dinyatakan dalam cara yang dapat diterima di dunia nyata. Fungsi
ego baik di pikiran sadar, prasadar, dan tidak sadar.
Ego
bekerja berdasarkan prinsip realitas, yang berusaha untuk memuaskan keinginan
id dengan cara-cara yang realistis dan sosial yang sesuai. Prinsip realitas
beratnya biaya dan manfaat dari suatu tindakan sebelum memutuskan untuk
bertindak atas atau meninggalkan impuls. Dalam banyak kasus, impuls id itu
dapat dipenuhi melalui proses menunda kepuasan – ego pada akhirnya akan
memungkinkan perilaku, tetapi hanya dalam waktu yang tepat dan tempat.
Ego
juga pelepasan ketegangan yang diciptakan oleh impuls yang tidak terpenuhi
melalui proses sekunder, di mana ego mencoba untuk menemukan objek di dunia
nyata yang cocok dengan gambaran mental yang diciptakan oleh proses primer
id’s.
3. Superego
Komponen
terakhir untuk mengembangkan kepribadian adalah superego. superego adalah aspek
kepribadian yang menampung semua standar internalisasi moral dan cita-cita yang
kita peroleh dari kedua orang tua dan masyarakat – kami rasa benar dan salah.
Superego memberikan pedoman untuk membuat penilaian. Yang ideal ego mencakup
aturan dan standar untuk perilaku yang baik. Perilaku ini termasuk orang yang
disetujui oleh figur otoritas orang tua dan lainnya. Mematuhi aturan-aturan ini
menyebabkan perasaan kebanggaan, nilai dan prestasi.
Hati nurani mencakup informasi
tentang hal-hal yang dianggap buruk oleh orang tua dan masyarakat. Perilaku ini
sering dilarang dan menyebabkan buruk, konsekuensi atau hukuman perasaan
bersalah dan penyesalan. Superego bertindak untuk menyempurnakan dan
membudayakan perilaku kita. Ia bekerja untuk menekan semua yang tidak dapat
diterima mendesak dari id dan perjuangan untuk membuat tindakan ego atas
standar idealis lebih karena pada prinsip-prinsip realistis. Superego hadir
dalam sadar, prasadar dan tidak sadar.Maka dari itu timbullah interaksi dari
ketiga unsur unsur diatas yaitu dengan kekuatan bersaing begitu banyak, mudah
untuk melihat bagaimana konflik mungkin timbul antara ego, id dan superego.
Freud menggunakan kekuatan ego istilah untuk merujuk kepada kemampuan ego
berfungsi meskipun kekuatan-kekuatan duel. Seseorang dengan kekuatan ego yang
baik dapat secara efektif mengelola tekanan ini, sedangkan mereka dengan
kekuatan ego terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menjadi terlalu keras
hati atau terlalu mengganggu.
Banyak pendapat mengatakan bahwa
teori Freud hanya berhasil untuk mengungkapkan genesis karya sastra , jadi,
sangat dekat dengan penelitian proses kreatif. Relevansi teori Freud dianggap
sangat terbatas dalam rangka memahami sebuah karya sastra. Meskipun demikian,
menurut Milner ( 1992:xiii ) , peran teori freud tidak terbatas sebagaimana
dinyatakan sebelumnya. Menurutnya, teori Freud memiliki inplikasi yang sangat luas
tergantung bagaimana cara pengoprasiaannya. Disatu pihak , hubungan psikologi
dengan sastra didasarkan atas pemahaman, bahwa sebagaimana bahasa pasien,
sastra secara langsung menampilkan ketaksadaran bahasa. Dipihak lain menyatakan
bahwa psikologi Freud memanfaatkan mimpi, fantasi, dan mite, sedangkan ketiga
hal tersebut merupakan masalah pokok didalam sastra.
Hubungan yang erat antara
psikoanalisis khususnya teori-teori Freud dengan sastra juga ditunjukkan
melalui penelitiannya yang bertumpu pada karya sastra. Teori Freud dimanfaatkan
untuk mengungkapkan berbagai gejala psikologis dibalik gejala bahasa. Oleh
karena itu, keberhasilan penelitian tergantung dari kemampuan dalam
mengungkapkan kekhasan bahasa yang digunakan oelh pengarang. Bagi Freud, asas psikologi
adalah alam bawah sadar, yang didasari secara samar-samar oelh individu yang
bersangkutan. Menurutnya, ketaksadaran justru merupakan bagian yang paling
besar dan paling aktif dalam diri setiap orang.
Psikologis sastra menetapkan karya
sastra sebagai posisi yang lebih dominan. Atas dasar karya sastra yang sangat
luas, dengan tradisi berbeda-beda, unsur psikologis pun menampilkan aspek yang
berbeda-beda. Novel tidak menlukiskan tokoh-tokoh dari semestaan yang sama,
dari pihak novel yang lain. Novel juga tidak menampilkan tokoh secara
individual. Pada dasarnya karakterisasi merupakan multikultural.
Dengan demikian maka jelas maka
psikologi sastra bukanlah menganalisis kebenaran psikologis namun lebih
mempertimbangkan kerelevansian dan peran studi psikologi. Dengan memusatkan
perhatian pada tokoh maka dapat dianalisi konflik batin, yang mungkin saja
bertentangan dengan teori psikologis. Dalam hal tersebut tentulah tidak begitu
saja terlihat dengan kasat mata , namun dengan meneliti sastra dengan teori
psikologis yang relevan.
C.
Kegunaan atau fungsi psikologi sastra
Psikologi
atau psikoanalisis dapat mengklasifikasikan pengarang berdasar tipe psikologi
dan tipe fisiologisnya. Psikoanalasisis dapat pula menguraikan kelainan jiwa
bahkan alam bawah sadarnya. Bukti-bukti itu diambil dari dokumen di luar karya
sastra atau dari karya sastra itu sendiri. Untuk menginteprestasikan karya
sastra sebagai bukti psikologis, psikolog perlu mencocokannya dengan
dokumen-dokumen diluar karya sastra.
Psikoanalisis dapat digunakan untuk
menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif.
Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih
bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi,
dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat
membantu kita melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan
distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.
Proses Kreatif Sastra dalam psikoanalisis
Psikoanalisis
menyimpulkan proses kreatif (proses terciptanya) karya sastra ke dalam dua
cara.
1.
Sublimasi
Konsep sublimasi terkait dengan
konsep ketidaksadaran. Sebagaimana telah diuraikan di atas, dalam lapisan
taksadar manusia terdapat id yang selalu menginginkan pemuasan dan kesenangan.
Seringkali keinginan id itu bertentangan dengan superego maupun norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat, dan karenanya keinginan itu tidak mungkin
direalisasikan, kecuali orang tersebut mau dianggap tidak sopan, jahat, cabul,
dsb.
Tetapi dorongan-dorongan tersebut
tetap harus dipuaskan. Tetapi agar dapat diterima oleh norma masyarakat,
dorongan-dorongan itu lalu dialihkan ke dalam bentuk lain yang berbeda sama
sekali, misalnya dalam bentuk karya seni, ilmu, atau aktivitas olah raga.
Proses pengalihan dorongan id ke dalam bentuk yang dapat diterima masyarakat
itu disebut sublimasi.
Menurut Freud, sublimasi inilah yang
menjadi akar dari kebudayaan manusia. Dalam sublimasi, terkandung kreativitas
atau kemampuan menghasilkan sesuatu yang baru. Puisi, novel, lukisan, teori
keilmuan, aktivitas olah raga, pembuatan peralatan teknik, bahkan agama,
sebenarnya merupakan bentuk lain dari dorongan-dorongan id yang telah
dimodifikasi.
2.
Asosiasi
Di samping tafsir mimpi, teknik
terapi yang dikembangkan Freud dalam psikoanalisisnya adalah asosiasi bebas
(free association). Asosiasi bebas adalah pengungkapan atau pelaporan mengenai
hal apapun yang masuk dalam ingatan seseorang yang tengah dianalisis, tanpa
menghiraukan betapa hal tersebut akan menyakitkan hati atau memalukan. Dalam
situasi terapi, biasanya pasien berada dalam posisi berbaring santai di atas
ranjang, dan terapis duduk di sampingnya. Terapis memerintahkan pasien untuk
mengucapkan hal apapun yang terlintas dalam pikirannya. Jika pasien agak sulit
mengatakan sesuatu, terapis bisa membantu merangsang asosiasi pada pikiran
pasien dengan mengucapkan kata-kata tertentu.
Asosiasi
bebas, atau “asosiasi” saja, sebenarnya merupakan suatu teknik yang sudah lama
dipraktikkan oleh para seniman dan pengarang untuk memeroleh ilham. Ketika
proses penulisan dimulai, pengarang yang menggunakan teknik asosiasi akan
menuliskan apa saja yang masuk ke dalam pikirannya. Setelah ilhamnya habis,
barulah ia memeriksa tulisannya dan mengedit, menambah atau mengurangi, dan
menentukan sentuhan akhir. Seringkali dalam melakukan asosiasi ini, pengarang
mengingat-ingat segala kejadian yang pernah dialaminya, khususnya kejadian di
masa anak-anak, atau memunculkan kembali pikiran-pikiran dan imajinasinya yang
paling liar. Itulah dorongan id yang sedang dipanggil kembali.
Pada
sebagian pengarang, asosiasi itu dibantu pemunculannya dengan melakukan
“ritual” tertentu, atau memilih waktu-waktu dan tempat tertentu, yang khas bagi
pengarang itu sehingga ide atau ilhamnya mudah mengalir. Wellek dan Warren
memberikan contoh-contoh menarik dari kebiasaan aneh para pengarang. Schiller
suka menaruh apel busuk di atas meja kerjanya. Balzac menulis sambil memakai
baju biarawan. Marcel Proust dan Mark Twain menulis sambil berbaring di ranjang.
Sementara pengarang di negeri kita, misalnya Emha Ainun Najib suka menulis
dengan menggunakan kertas warna-warni. Sewaktu di Bloomington, Budi Darma
senang berjalan-jalan tak tentu arah dan tujuan, sekadar menikmati pemandangan
yang ada di sekelilingnya. Ada pengarang yang lebih terinspirasi kalau menulis
di malam hari, ada juga yang lebih suka menulis di pagi hari atau senja hari.
Ada yang hanya bisa menulis di tempat sepi, ada juga yang menulis di tempat
ramai seperti di kafe. Itu semua bergantung pada kebiasaan pengarang yang
bersangkutan.
Itulah
di antaranya konsep-konsep psikoanalisis yang dapat dihubungkan dengan seni
sastra. Berdasarkan teori Freud, sedikit dapat disimpulkan bahwa sumber ide
karya seni adalah id yang berada dalam ketidaksadaran kita, dan sebagian dari
kesadaran. Sedangkan proses munculnya ide itu dalam pikiran adalah melalui
sublimasi dan asosiasi.
BAB
III
PENUTUP
A. kesimpulan
·
Dengan demikian dapat definisi
psikologis satra yaitu kajian teori konsep psikologi yang diterapkan pada karya
sastra pada pengarang dan penokohan. Namun dalam terapannya psikologis sastra
lebih memberikan pada unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang
terkandung dalam karya sastra.
·
Psikologis sastra tidak bermaksud untuk
memecahkan masalah psikologis praktis seperti kejiwaan manusia. Namun memahami
aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Meskipun
demikian psikologi sastra tidak terlepas dalam kebutuhan masyarakat. Secara
tidak langsung karya sastra memberikan pemahaman dan inspirasi terhadap
masyarakat.
·
Psikoanalisis dapat digunakan untuk
menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif.
Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih
bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi,
dan seterusnya. Hal itu, berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat
membantu kita melihat keretakan ( fissure ), ketidakteraturan, perubahan, dan
distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra.
·
Menurut Ratna (2004:350), “Psikologi
Sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi
psikologis”. Artinya, psikologi turut berperan penting dalam penganalisisan
sebuah karya sastra dengan bekerja dari sudut kejiwaan karya sastra tersebut
baik dari unsur pengarang, tokoh, maupun pembacanya.
·
Penelitian psikologi sastra dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu pertama, melalui pemahaman teori-teori
psikologi kemudian dilakukan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua,
dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian,
kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan
analisis.
·
Psikoanalisis dalam karya sastra berguna
untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara psikologis.
Tokoh-tokoh tersebut umumnya merupakan imajinasi atau khayalan pengarang yang
berada dalam kondisi jiwa yang sehat maupun terganggu, lalu dituangkan menjadi
sebuah karya yang indah.
·
Konsep menurut Freud yang paling mendasar adalah
teorinya tentang ketidaksadaran. Pada awalnya, Freud membagi taraf kesadaran
manusia menjadi tiga lapis, yakni lapisan unconscious (taksadar), lapisan
preconscious (prasadar), dan lapisan conscious (sadar). Tetapi basis konsepnya
tetap mengenai ketidaksadaran, yaitu bahwa tingkah laku manusia lebih banyak
digerakkan oleh aspek-aspek tak sadar dalam dirinya. Pembagian itu dikenal
dengan sebutan struktur kepribadian manusia, dan tetap terdiri atas tiga unsur,
yaitu id, ego, dan superego.
DAFTAR
PUSTAKA
Id, Ego, dan Superego Oleh Sigmund Freud
_ BELAJAR PSIKOLOGI.htm
Wikipedia.org//psikologis sastra//
Kutha Ratna, Nyoman, Prof. Dr. S.U.
2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mantap gan untuk pembahasannya mengenai makalah psikologi sastra. Sukses untuk pembahasan artikel lainnya
ReplyDeleteSama-sama purtri semoga makalah psikologi sastra ini dapat membantu. Mohon kredit link ya bila makalah ini digunakan sebagai referensi kuliah atau di gunakan sebagai artikel blog Anda. Salam
Delete