MAKALAH
PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
BAB
I
PEMDAHULUAN
- LATAR
BELAKANG
Pemerolehan bahasa
dikategorikan menjadi dua yaitu pemerolehan bahasa pertama yang lebih sering
dikenal dengan bahasa ibu dan pemerolehan bahasa kedua. Dalam pemerolehan
bahasa pertam diperoleh anak pertama kali dengan cara meniru bahasa pertama
kali di keluarganya, pada proses ini sang anak tanpa sadar bahwa dia
mempelajari bahasanya. Setelah menguasai bahasa pertama seseorang dalam proses
selanjutnya pasti memerlukan komunikasi yang lebih luas, kedunia luar dan guna
mengembangkan kehidupannya. Oleh karena itu seseorang akan berusaha untuk
berlajar bahasa kedua. Bahasa kedua di peroleh dipelajari dengan sadar , sedangkan pemerolehan
bahasa pertama diperoleh sang anak tanpa sadar dari kesehariannya bersama
keluarganya. Pemerolehan keduan lebih kepada proses pemahaman bahasa belajar
secara sadar.
Dalam pemerolehan bahasa kedua
terdapat faktor dan strategi dalam pemerolehan dan penguasaannya. Kita dapat
mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa kedua dipelajari oleh seseorang dengan
mengkaji lebih mendalam, bagamana proses pemerolehan bahasa kedua tersebut,
dengan demikian kita dapat mengerti lebih mendalam mengenai pemerolehan bahasa
kedua sehingga memberikan penjelasan yang dibutuhkan mengenai pemerolehan
bahasa kedua.
- RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
pengertian dari bahasa kedua ?
2. Bagaimana
proses pemerolehan kemampuan bahasa kedua ?
3. Apa
sajakah yang menjadi faktor dalam penguasaan kemampuan bahasa kedua ?
4. Bagaimana
strategi dalam pemerolehan kemampuan bahasa kedua ?
- TUJUAN
1. Untuk
mendeskripsikan pengertian dari bahasa kedua.
2. Mendeskripsikan
proses pemerolehan kemampuan bahasa kedua.
3. Mendeskripsikan
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penguasaan kemampuan bahasa kedua.
4. Mendeskripsikan
strategi dalam peerolehan kemampuan bahasa kedua.
- METODE
Metode
dalam penulisan makalah ini adalah metode studi pustaka.
BAB
II
PEBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BAHASA KEDUA
1. Menurut
Chaer dan Agustina
Pemerolehan
bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama
(B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2
meningkat secara bertahap, sampai akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan
B1.
2. Kholid
A. Harras
Bahasa
kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa
pertama.
3. Henry
Guntur Tarigan
Pemerolehan
bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar bahasa asing dan atau bahasa
kedua lainnya.
4.
Menurut Dardjowidjojo
Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses
orang dewasa yang belajar di kelas adalah pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan bahasa permata
secara alamiah.
5.
Wikipedia
Pemerolehan bahasa kedua
adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa ibu, mereka mengacu pada
aspek sadar dan bawah sadar dari masing-masing proses. Bahasa kedua atau B2
biasanya mengacu pada semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu mereka,
yang juga disebut bahasa pertama, B1.
B.
PROSES
PENGUASAAN BAHASA KEDUA
Sebagaimana proses kemampuan B1,
kemampuan B2 pun untuk mendapatkan kompetensi semantik, kompetensi sintaksis,
dan kompetensi fonologi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa ketiga
kompetensi tersebut merupakan subtansi dari kompetensi linguistik. Untuk dapat
berbahasa (B1 atau B2) dengan baik, seseorang harus menguasai tiga kompetensi
tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tidak ada perbedaan subtansi antara proses yang terjadi pada kemampuan B 1 dan
B2.
Proses
penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Proses
belajar bahasa secara sengaja.
2) Berlangsung
setalah terdidik berada di sekolah.
3) Lingkungan
sekolah sangat menentukan.
4) Motivasi
si terdidik tidak sekuat saat memppelajari bahasa pertama.
5) Waktunya
terbatas.
6) Si
terdidik tidak
mempunyai banyak
waktu untuk mempraktekkan bahasa yang dipelajari.
7) Bahasa
pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8) Umur
kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat, sehingga proses
belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9) Dan
disediakan alat bantu belajar.
Tarigan (1988:125-126) mengacu pada La
Foge (1983) mengatakan bahwa terdapat tiga ciri proses pembelajaran bahasa
kedua; 1) pembelajaran bahasa adalah manusia, karenannya pembelajaran bahasa
terjadi dalam interaksi social antar individu (guru, siswa) yang di dalamnya
berlaku hokum-hukum social, 2) pembelajaran berlangsung dalam interaksi yang
dinamis, berarti bahwa pembelajar tumbuh dan berkembang menuju ke “kedewasaan
ber-B211, sehingga dalam proses ini pengajar diharapkan memberikan segala
pengalamannya untuk membantu pembelajar, 3) pembelajaran berlangsung dalam
suasana reponsif. Artinya, proses pembelajaran merupakan kesempatan besar bagi
pembelajar untuk melakukan respo. Pancingan dapat diberikan oleh pengajar atau
sesame pembelajar.
C.
FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN BAHASA KEDUA
1. Faktor
Motivasi
Dalam
pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang didalam didrinya ada
keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa kedua
cenderung akan lebih berhasil disbanding dengan orang yang belajar tanpa
dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan dan motivasi itu. Lambert dan Gardner
(1972), Brown (1980), dan Ellias (1986), juga mendukung pernyataan bahwa
belajar bahasa akan lebih behasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi
tertentu.
Beberapa
pakar pembelajaran bahasa kedua telah mengemukakan apa yang dimaksud dengan
motivasi. Coffer (1964) misalnya menyataka bahwa motivasi adalah dorongan,
hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang mengerakkan orang untuk melakukan
sesuatu. Pakar lain, Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan
dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang mengerakkan seseorang
untuk berbuat sesuatu. Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa motivasi
adalah alasan
untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam pembelajaran
bahasa berupa dorongan yang datang
dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajaran memiliki keinginan
yang kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Dalam
kaitannya dalam pemebalajaran
bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi integrative dan 2) fungsi instrumental. Motivasi
berfungsi integrative kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari
suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat
penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan
motivasi berfungsi instrumental adalah kalau motivasi itu mendorong seseorang
untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahas kedua itu karena tujuan yang
bermanfaat atau karena dorongan ingin
memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial
atas masyarakat tersebut (Dadner dan Lambert, 1972:3).
2. Faktor
Usia
Ada
anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan
lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang dewasa
(Bambang Djunaidi, 1990). Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh
bahasa baru, sedangkan orang dewasa tampaknya mendapat kesulitan dalam
memperoleh tingakat kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini telah mengarahkan
adanya hipotesis mengenai usia kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967;
Oyama, 1976) untuk belajar bahasa kedua.
Namun,
hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua
menunjukkan hal berikut.
1) Dalam
hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terllalu berperan sebab
urutan pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa sama saja (Fathman, 1975;
Duly, Burt, dan Kreshen, 1982).
2) Dalam
hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, dapat disimpulkan: a)
anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan system
fonologi atau pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan
seperti penutur asli; b) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada
kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan
masa belajar; c) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak
selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan
Gracia, 1969).
Dari
hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan
dari faktor lain adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa
kedua. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa
kedua pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis tetapi tidak berpengaruh
dalam pemerolehan urutannya.
3. Faktor
Penyajian Formal
Pembelajaran
atau penyajian bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan
dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa kedua karena disebabkan beberapa faktor dan variable yang
disediakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan pembelajaran bahasa
kedua secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkungan
pembelajaran bahasa kedua secara narutalistik atau alamiah. Steiberg (1979:
166) menyebutkan karekteristik lingkunagn pembelajaran bahasa di kelas sebagai
berikut:
a) Lingkungan
pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikolog social kelas
yang mellliputi penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.
b) Dilingkungan
kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic, yang dilakukan guru
berdasarkan kurikulum yang digunakan.
c) Dilingkungan
kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk menungkatkan
kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.
d) Di
lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bhasa yang artifisial
(buatan), tidak seperti dalam lingkungan alamiah.
e) Di
lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajara seperti buku teks, buku
penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Dengan kelima karakter lingkungan
seperti di atas dapat disimpulakan bahwa lingkungan kelas merupakan lingkunagan
yang memfokuskan pada kesadaran dalam memperolehh kaidah-kaiadah dan bentuk
bahasa yag dipelajari (Dulay, 982:17). Namun, pembelajaran bahasa edua secara
formal kurang berpotensi untuk menghasilakan penutur-penutur yang mampu
berkomunikasi secara alamiah seperti penutur aslinya.
Dengan kondisi lingkungan kelas
yang khas dalam pembelajaran bahasa kedua, maka tentunya ada pengaruh terhadap
keberhasilan pembelajaran bahasa kedua.
·
Pengaruh Terhadap
Kompetensi
Penguasaan
kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh peran yang dimainkan pembelajar dalam
lingkungan formal pembelajar itu. Dalam hal ini Dukly dkk. (1982: 20)
membedakan peran pembelajar menjadi tiga macam, yaitu kounikasi satu arah
(one-way communication), komunikasi dua arah (restricted two-way
communication), dan komunikasi dua arah penuh (full two-way communication).
Maka, pembelajar cenderung menggunakan komunikasi satu arah tidak memberi
kesempatan kepada pembelajar untuk merespon yang disampaikan guru dalam bahasa
yang dipelajari. Pembelajaran yang menggunakan komunikasi dua arah yang
terbatas memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespons tetapi bukan
dalam bahasa yang dipelajari. Sedangkan model pembelajaran dua arah penuh
memberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada pembelajar untuk menggunakan bahasa
yang dipelajari dalam proses pembelajaran.
·
Pegaruh Terhadap
Kualitas Performansi
Performansi
merupakan realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki seseorang (Ellis, 1986:
5-6). Pembelajaran bahasa formal di dalam kelas dapat menjamin kualitas input yang diteria pemelajar (Ellis,
1986:231). Lalu, apabila input yang
diterima berkualitas tinggi, maka menurut satu hipotetis, keluaran (performansi)
yang dihasilkan juga mempunyai kualitas yang tinggi, meskipun diakuanya adanya
variasi individual.
·
Pengaruh Terhadap
Urutan Pemerolehan
Urutan
pemerolehan yang dimaksud disini, adalah pemerolehan morfem gramatikal. Menurut
beberapa pakar, seperti Ellis (1984), Makino (1979), Felix (1981), bahwa urutan
pemerolehan morfem gramatikal pembelajaran yang mendapat pebelajaran secara
formal tidak berbeda dengan mereka yang belajar secara alamia (naturalistik).
Namun, hasil penelitian mengenai pengaruh pembelajaran bahasa secara formal
terhadap urutan pemerolehan ini menunjukkan kesimpulan yang berbeda. Hasil
penelitian Perkins dan Freeman (1975) menunjukkan bahwa dalam berbicara secara
spontan pengaruh pembelajaran itu tidak tampak dalam urutan pemerolehan; tetapi
dalam situasi tertentu pengaruh itu tampak (Ellias, 1986:218). Hasil penelitian
Lightbown (1980) menunjukkan bahwa penagaruh pembelajaran formal terhadap
urutan pemerolehan itu adalah kecil sekali.
·
Pengaruh Terhadap
Kecepatan Pemerolehan
Kecepatan
pemerolehan adalah kecepatan menangkap masukan dan menjadikan masukan itu
sebagai pebendaharaan kebahasaannya. Kecepatan pemerolehan ini sebenarnya
bersifat relatif, dan banyak tergantung pada faktor yang lain seperti
intelegensi, sikap, bakat, motivasi, dan faktor internal lainnya (Ellias, 1986:
99-126).
Pengaruh
pembelajaran bahasa kedua secara formal di kelas tampak pada kecepatan dalam
menguasai kaidah-kaidah dan bentuk- bentuk kebahasaan. Meskipun penguasaan
seperangkat kaidah kebahasaan tidak mempengaruhi proses performansinya, tetapi
penguasaan ini dapat berfungsi sebagai penyaring kebahasaan yang diproduksinya
itu.
4. Faktor
Bahasa Pertama
Para
pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa
pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar
(Ellis, 1986: 19). Sedangkan bahasa
pertama ini telah lama dianggap menjadi penggagu di dalam proses pembelajaran
bahasa kedua. Hal ini karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak
sadar atau tidak melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika
menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya terjadilah yang
disebut interfensi, ahli kode, campur kode, atau juga kekhilafan (error).
Dapatkah gangguan bahasa pertama dalam proses pembelajaran bahasa kedua
dihilangkan, atau paling tidak dikurangi seminimal mungkin? Berdasarkan
beberapa teori atau hipotesis tertentu barangkali hal ini dapat dijelaskan.
1) Menurut
teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum beavorisme, bahasa adalah
hasil stimulus-respon. Maka apabila
seseorang ingin memperbanyak pengujaran ujaran, dia harus memperbanyak
penerimaan stimulus. Oleh karana itu, pengaruh lingkungan sebagai sumber
datanganya stimulus menjadi sangat
dominan dan sangat penting dalam membantu proses pembelajaran bahasa kedua.
Selain itu, kaum beahvorisme juga berpendapat bahwa proses pemelorehan bahasa
adalah proses pembiasaan. Itulah sebabnya, semakin orang pembelajar terbiasa
merespon stimulus yang dating padanya, semakin memperbesar kemungkinan
aktivitas pemerolehan bahasanya (Abdul hamid, 1987: 14-15).
Jadi, pengaruh
bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar sekali
apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan stimulus bahasa pertama.
Secara teoritis ini memang tidak bisa dihilangkan karena bahasa pertama sudah
merupakan intake atau sudah dinuranikan dalam diri si pembelajar. Namun, dengan
pembiasaan-pembiasaan dan penerimaan stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, hal itu bisa dikurangi.
2) Teori
kontranstif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit
banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai oleh
pembelajar sebelumnya (Klein, 1986:5). Berbahasa kedua alah proses
transferiasi. Maka, struktur bahasa yang sudah dikuasai banyak mempunyai
kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadilah semacam permudahan
dalam proses transferisasinya. Sebaliknya, jika struktur keduanya memiliki
perbedaan, maka akan terjadilah kesulitan bagi pembelajar untuk menguasi bahasa
keduanya itu.
5. Faktor
Lingkungan
Dulay (1985:14) menerangkan bahwa kualitas
lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil
dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Yang dimaksud dengan lingkungan
bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajara sehubungan
bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang termasuk dalam
lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan
kawan-kawan, ketika menonton televise, saat membaca koran, dalam proses
belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan bahasa ini
merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan
dalam mempelajari bahasa kedua (Dulay, 1982: 13).
Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi
lingkunagn bahasa atas (a) lingkunagn formal seperti di kelas dalam proses
belajar-mengajar, dan bersifat artifisial; dan (b) lingkungan informal atau
natural/alamiah.
1)
Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal adalah salah satu lingkunagn
dalam belajar yang mengfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang
sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis, 1986:297). Sehubungan
dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan formal bahasa ini
meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) merupakan bagian dari
keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya
pembelajar diarahkan untuk melakuakan kativitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang telah
dipelajarinya, dan diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi
terhadaop kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar.
Masalah kita sekarang adalah lingkungan formal
itu berpangaruh dalam bidang apa? Ellis (1986: 217) mengatakan lingkungan
formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam proses pembelajaran
bahasa kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2) kecepatan
atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.
2)
Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural,
tidak dibuat-buat. Yang termasuk lingkungan informal antara lain bahasa yang
digunakan kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang
digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media massa, bahasa
para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum dapat dikatakan
lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua para
pembelajar.
Dalam pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa
kedua di atas belum disinggung adanya perbedaan antara yang berlangsung dalam
lingkungan formal dan yang berlangsung dalam lingkungan informal. Dalam
lingkungan formal kemampuan yang diharapkan adalah penguasaan ragam bahasa
formal atau bahasa baku untuk digunakan dalam situasi dan keperluan formal.
Sedangkan dalam lingkungan informal yang diharapkan adalah kemampuan atau
penguasaan akan ragam bahasa informal untuk digunakan dalam situasi atau
keperluan informal. Jikalau dalam kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih
dikuasai dari kemampuan berbahasa ragam formal, itu adalah karena kesempatan
untuk berbahasa ragam informal jauh lebih luas daripada kesempatan untuk
berbahasa formal.
Menurut Baradja (1994:3-12)
terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan secara cermat, yaitu (1)
tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4) bahan, (5) metode, dan (6) faktor
lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan, pembelajar, dan pengajar merupakan
tiga faktor utama dari ketiga faktor ini kemampuan B2 mengkonsentrasikan diri
pada hal-hal yang menyangkut pembelajar dan proses pembelajar.
D. STRATEGI
KEMAMPUAN BAHASA KEDUA
1.
Pengertian
Strategi
Istilah strategi diambil dari bahasa inggris, strategy. Dalam
bidang non militer, konsep strategi digunakan untuk hal-hal yang bebar dari
makna permusuhan. Kata itu mengandung makna rencana, tahapan, atau kesadaran
untuk bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam bidang
pendidikan strategi diberi makna baru dan ditransformasikan kedalam strategi
belajar. Dalam hal ini, strategi belajar didefinisikan sebagai langkah-langkah
yang dilakukan oleh pembelajar untuk menambah kemampuan, penyimpanan,
pemroduksian kembali, dan penggunaan informasi.
Berkaitan dengan definisi tersebut dimunculkan definisi baru
strategi belajar bahasa, yaitu tindakan khusus yang dilakukan oleh pembelajar
untuk mempermudah, mempercepat, lebih menikmati, lebih mudah memahami secara
langsung, lebih efektif, dan lebih mudah ditransfer ke dalam situasi yang baru
(Oxfroad, 1992:8).
Dalam pengertian baru ini, strategi belajar bahasa memiliki
kandungan makna sebagai berikut.
1)
Strategi
belajar bahasa memiliki kontribusi langsung pada tujuan utama
kemampuan/pembelajaran bahasa, yaitu kopetensi komunikatif.
2)
Strategi
belajar bahasa menghendaki pembelajar mudah memahami sendiri secara langsung
B2.
3) Strategi belajar bahasa mengembangkan pedoman bagi pengajar.
4)
Strategi
belajar bahasa berorientasi pada pemecahan masalah terhadap tugas bahasa
sasaran (B2).
5)
Strategi
belajar bahasa merupakan aktifitas khusus yang dilakukan oleh pembelajar B2,
bukan dilakuan oleh pengajar atau calon pengajar.
6)
Strategi
belajar bahasa melibatkan banyak aspek pembelajar, bukan hanya kognisi.
7)
Strategi
belajar bahasa mendorong pembelajaran bahasa, baik langsung maupun tidak
langsung.
8)
Strategi
belajar bahasa tidak selalu mudah untuk diobservasi. Ada beberapa strategi
belajar yang hanya dapat diamati memlalui video tape atau simulasi tertutup.
9)
Strategi
belajar bahasa merupakan proses yang dilakukan dengan sadar dan terencana.
10) Strategi belajar bahasa merupakan aktivitas yang dapat dipelajari
dan dilatihkan.
11) Strategi belajar bahasa mengandung sub-subaktivitas yang fleksibel.
12) Strategi belajar bahasa dipengarui oleh beragam factor internal
dan eksternal dari pembelajar.
2. Macam-Macam Strategi Kemampuan Bahasa Kedua
Oxford(1992) membagi
kemampuan B2 ke dalam dua keompok besar, yaitu strategi langsung dan strategi
tak langsung.
a. Strategi langsung adalah strategi yang melibatkan secara langsung
sasaran bahasa terhadap pembelajar. Semua strategi langsung memerlukan proses
mental, tetapi proses dan tujuannya berbeda-beda. Strategi langsung ini
dugunakan oleh pembelajar untuk mengatasi masalah kebahasaannya melalui
sentuhan langsung dengan materi kebahasaan yang ada. Strategi ini terdiri atas
tiga: (a) strategi memori, (b) strategi kognitif, dan (c) strategi kompensasi.
Strategi memori ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mengingat
informasi yang potensial untuk diproduksi. Strategi memori merefleksikan
hal-hal yang sederhana: mengatur hal-hal yang sedrhana, membuat asosiasi, dan
melakukan penelaahan. Dan strategi ini sangat relevan untuk pembelajaran
kosakata. Dalam mempelajarai kosakata, strategi memori memiliki kelebihan (1)
memungkinkan pemebalajar menyimpan informasi verbal dan kemudian mencarinya
kembali saat dibutuhkan untuk berkomunikasi dan (2) pada tingkat penelaahan
membantu keterangan dari tingkat fakta sampai pada tingkat keterampilan yang
dalam hal ini berupa pengetahuan procedural dan otomatis.
Beberapa teknik dapat membantu pengembangan strategi ini, seperti
teknik visual, teknik oral, dan kinestetik atau indra peraba. Secara teoritis,
strategi ini memiliki sumbangan yang kuat untuk pembelajaran B2. Namun dari hasil penelitian didapatkan
informasi bahwa jarang pembelajar yang melaporkan bahwa dirinya menggunakan
strategi memori ini.
Strategi kedua pada strategi secara langsung adalah strategi
kognitif. Strategi ini memiliki banyak variasi dalam aplikasinya: mengulang
materi, menganalisis ungkapan, dan meringkas. Fungsi utama strategi ini adalah
manipulasi atau trasformasi bahasa sasaran oleh pembelajar. Dan peranan yang
paling penting dalam strategi ini adalah untuk pelatihan, penerimaan, dan
pengiriman pesan, serta penganalisaan dan penalaran.
Strategi kompensasi merupakan strategi dalam paying strategi
secara langsung yang ketiga. Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi
kekurangan atau ketidakmampuan pembelajar dalam struktur B2 atau khususnya
dalam kosakata. Strategi ini dapat dikembangkan baik ketika pembelajar sedang
aktif berbahasa secara reseptif maupun secara produktif. Untuk pembelajar yang
sedang berbahasa secara reseptif, aktivitas yang termasuk strategi ini adalah
penekanan secara masuk akal. Menerka sebenarnya merupakan suatu cara khusus
memperoleh keterangan yang baru atau mengiterprestasikan data dengan
menggunakana konteks berdasarkan pengalaman kehidupan pribadi. Menerka secara
masuk akal ini dapat dilakuakn dengan petunjuk linguistik (kosakata struktur)
dan melalui petunjuk nonlinguistik (koteks, konteks, situasi, pengetahuan
tentang dunia).
Sebaliknya, untuk pembelajar yang sedang berbahasa secara
produktif, aktivitas yang termasuk pada strategi ini adalah penguasaan batasan
dalam berbicara atau menulis. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk
pengembangannya adalah (a) pengalihan ke bahasa ibu, (b) penggunaan mimic atau
gerak badan (gestur), (c) penghindaran komunikasi secara spesifik dan menyeluruh,
(d) penyesuaian pesan menjadi lebih sederhana, (e) penciptaan kata-kata baru
untuk mewadahi ide yang dikomunikasikan, dan (f) penggunaan kata yang berlimpah
dan sinonim.
b. Strategi secara tidak langsung adalah strategi untuk pengaturan
belajar bahasa secara umum. Jika strategi secara langsung memiliki hubungan
langsung dengan pemecahan problema kebahasaan, strategi tak langsung tidak.
Ibarat peran direktur permainan, strategi tak langsung memerankan berbagai
fungsi sebagai tuan rumah: menfokuskan, mengorganisasi, menimbang, mengecek,
mengoreksi, menumbuhkan percaya diri dan menghibur para pelaku, demikian pula
menyakinkan agar para aktor (strategi
langsung) dapat bekerja sama dengan para aktor lain dalam dalam permainan
(penyelesaian tugas B2). Yang tergolong strategi tak langsung ini adalah (a)
strategi metakognitif, untuk mengkoordinasi proses belajar, (b) strategi
afektif, untuk mengatur aspek emosi, (c) strategi social, untuk belajar dengan
orang lain.
3. Penerapan Strategi Tak Langsung Dalam Empat Keterampilan Berbahasa
Telah
dikemukakan, strategi taklangsung memberi dukungan terhadap strategi langsung
dalam membantu pembelajar memecahkan tugas-tugas kebahasaannya. Dukungan itu
dalam bentuk pemfokusan, perencanaan, pencarian peluang, ngendalian kecemasan,
peningkatan kerja sama dan rasa simpati, dan sebagainya. Strategi ini
dikelompokkan menjadi tiga substrategi: a) Metakognitif, b) Afektif, dan c) sosial.
Aktivitas
dalam substrategi metakognitif antara lain berbentuk memusatkan aktivitas
belajar, menyusun rencana belajar, dan mengevaluasi aktivitas belajar
masing-masing. Substrategi ini bermanfaat bagi semua keterampilan berbahasa.
Sebagai contoh penerapan substrategi ini adalah penggunaan teknik penelaahan
dan penghubungan dengan materi sebelumnya. Pembelajar bahasa Jawa sebagai B2
mula-mula mempreview (membaca-baca terlebih dahulu untuk menyiapkan diri)
kosakata dalam bahasa Jawa yang dipakai untuk mengungkapkan rasa kesal,
misalnya aduh, jangkrik, gombal amoh, maling gering, jarke wae, karepmu, dan
sebagainya, karena pembelajar mengetahui bahwa mereka akan diminta untuk
mengecek ungkapan-ungkapan tersebut dalam aspek yang lebih besar, yaitu
penggunaannya dalam kalimat. Saat mem-preview disamping membaca-baca,
pembelajar mendemonstrasikan tiaptiap ungkapan ke dalam kalimat, menambahkan
ungkapan bahasa Jawa lain yang telah mereka kenal, akhirnya mereka
membandingkan ungkapan-ungkapan kekesalan dalam bahasa Jawa tersebut dengan
ungkapan dalam B1 mereka.substrategi retakognitif ini yang bermanfaat untuk
pembelajaran berbahasa lisan (menyimak dan berbicara) adalah menunda produksi
ucapan untuk memfokuskan penyimakan. substrategi afektif membantu pembelajar
mengurangi rasa bosan dan menimbulkan rasa nyaman dalam belajar bahasa.
Substrategi ini dikembangkan dengan tiga teknik, yaitu:
a) Mengurangi kecemasan.
b) Memotivasi diri sendiri.
c) Mengontrol temperatur emosi diri.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Pengertian
bahasa kedua
1) Menurut
Chaer dan Agustina
Pemerolehan
bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama
(B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2
meningkat secara bertahap, sampai akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan
B1.
2) Kholid
A. Harras
Bahasa kedua
adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa pertama.
3) Henry
Guntur Tarigan
Pemerolehan
bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar bahasa asing dan atau bahasa
kedua lainnya.
4)
Dardjowidjojo
Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses
orang dewasa yang belajar di kelas adalah pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan bahasa permata
secara alamiah.
5)
Wikipedia
Bahasa
kedua atau B2 biasanya mengacu pada semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa
ibu mereka, yang juga disebut bahasa pertama, B1.
2. Ciri-ciri
bahasa kedua
Proses
penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Proses belajar bahasa secara sengaja.
2) Berlangsung setalah terdidik berada di
sekolah.
3) Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4) Motivasi si terdidik tidak sekuat saat
memppelajari bahasa pertama.
5) Waktunya terbatas.
6) Si terdidik tidk mempunyai bnyak waktu untuk
mempraktekkan bahasa yang dipelajari.
7) Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar
bahasa kedua.
8) Umur kritis mempelajari bahasa kedua
kadang-kadang telah lewat, sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung
lama.
9) Dan disediakan alat bantu belajar.
3. Faktor-faktor
yang mempengerahui penguasaan kedua
Fakor yang
mempengaruhi pemerohelah bahasa kedua, yaitu:
1) Faktor
motivasi
2) Faktor
usia
3) Faktor
penyajian formal
4) Faktor
bahasa pertama
5) Faktor
lingkungan
4. Strategi
kemampuan bahasa kedua
a. Strategi
langsung adalah strategi yang melibatkan secara langsung sasaran bahasa
terhadap pembelajar. Semua strategi langsung memerlukan proses mental, tetapi
proses dan tujuannya berbeda-beda. Strategi langsung ini dugunakan oleh
pembelajar untuk mengatasi masalah kebahasaannya melalui sentuhan langsung
dengan materi kebahasaan yang ada.
b. Strategi
secara tidak langsung adalah strategi untuk pengaturan belajar bahasa secara umum.
Jika strategi secara langsung memiliki hubungan langsung dengan pemecahan
problema kebahasaan, strategi tak langsung tidak. Ibarat peran direktur
permainan, strategi tak langsung memerankan berbagai fungsi sebagai tuan rumah:
menfokuskan, mengorganisasi, menimbang, mengecek, mengoreksi, menumbuhkan
percaya diri dan menghibur para pelaku, demikian pula menyakinkan agar para
aktor (strategi langsung) dapat bekerja
sama dengan para aktor lain dalam dalam permainan (penyelesaian tugas B2).
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Djardjowidjojo,
Soejono. 2010. Psikolinguistik: Pengantar
Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Kholid A.Harras. 2009.
Dasar-Dasar Psikolinguistik. Jakarta:
UPI Press.
No comments:
Post a Comment
Untuk pemesanan desain dan layout bisa kontak kami langsung,
wa : +62 857-9949-4794
email: vaniojankjank@gmail.com
line: sf.studio